Satelit9.com,Jakarta-Sudah 14 tahun Indonesia melewati reformasi. Namun selama 14 tahun itu pula reformasi baru sebatas cita-cita.
Dalam agenda diskusi bertema Kebangkitan Nasional Terancam, di Jakarta, Sabtu (19/5), menyoroti cita-cita reformasi belum tercapai, malah semakin banyak konflik di kalangan masyarakat itu sendiri.
Anggota DPR RI Budiman Sudjatmiko yang menjadi salah satu pembicara menganggap ada beberapa cita-cita reformasi yang memang telah tercapai. Namun hanya dalam hal kebebasan politik semata. Rakyat, kata Budiman, masih perlu berjuang untuk mendapatkan hak kebebasan sipil seperti dalam beribadah, hingga menimbulkan konflik yang sepertinya terpelihara dengan baik.
"Kebebasan dalam reformasi baru di ranah politik semata dan kebebasan ekonomi, tapi untuk hak sipil seperti beribadah belum terjaga, malah semakin terancam. Padahal tugas negara dalam amanat reformasi adalah menjaga seluruh tumpah darah Indonesia," ujar Budiman.
Tidak hanya kebebasan sipil yang belum tercapai, pengelolaan sumber daya alam (SDA) untuk hajat hidup orang banyak masih jauh dari harapan, yang kemudian menyemai konflik di mana-mana. Jika merujuk Pasal 33 UUD 1945 yang mengamanatkan SDA dikelola negara, itu masih sangat mengawang-awang. Pasalnya, sekitar 83%-85% produksi mineral dan batu bara (minerba) tidak lagi dikuasai negara, tapi oleh kepentingan asing dan swasta.
"Kebebasan beragama, hak SDA untuk kemakmuran, belum tercapai. Begitu juga Pasal 34 UUD terkait anak-anak miskin, fakir dan anak jalanan kok ga diurus negara, malah diurus preman atau orang-orang yang mencari keuntungan untuk mengerahkannya jadi pengemis," paparnya.
Budiman berharap, 2014 bisa jadi momentum kebangkitan bangsa dan mengalahkan tokoh-tokoh yang jadi sumber masalah. Pemilu 2014 mendatang bisa jadi saringan untuk mencari tokoh pemimpin yang dibuka selebar-lebarnya lewat demokrasi.
Pengamat hukum Johnson Panjaitan mengatakan kegagalan Indonesia untuk bangkit dalam 14 tahun reformasi karena adanya kerusakan sektor yudikatif yang tidak tegas. Konflik kemudian menyebar di mana-mana yang dijadikan komoditi oleh kepentingan-kepentingan elite.
"Kerusakan sudah sampai di level yudikatif, tidak hanya masalah ekonomi," tegasnya.
Penegakan hukum yang tidak tegas, dikatakan Johnson sebagai agar masalah yang menciptakan idealisme akan kehancuran dan menjauhkan kebangkitan yang dicita-citakan.
Di sisi ekonomi, penjajahan pun masih sangat terasa saat kepentingan-kepentingan asing tidak bisa dibendung. Pengamat Ekonomi Januar Rizki, mengatakan bahwa paling baik saat ini adalah adanya keberanian pemerintah untuk bisa menjadi pemenang di negeri sendiri dengan renegosiasi diplomasi. Regulasi yang dikeluarkan BI, misalnya, saat ini sangat mengakomodasi bank-bank asing dengan berbagai kepentingannya. [MI/ida/budi]
