Satelit9.com,Jakarta- Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) mendorong agar Presiden pertama Indonesia, Soekarno, diberikan gelar pahlawan. Pasalnya, selama ini Soekarno bersama dengan Muhammad Hatta hanya dikenal sebagai pahlawan proklamator kemerdekaan.
Ketua Umum Pengurus Pusat Persatuan Alumni GMNI, Soekarwo mengatakan, pihaknya mendukung pemberian gelar Pahlawan Nasional untuk Soekarno. Dirinya akan memfasilitasi upaya dari kalangan akademisi terkait pemberian gelar Pahlawan Pasional kepada Soekarno.
"Kami dukung pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Bung Karno," kata Soekarwo, saat ditemui wartawan dalam diskusi yang diselenggarakan PP PA GMNI yang bertajuk "Bung Karno dalam Dimensi Sosial", di Jakarta, Sabtu malam (23/6).
Dijelaskannya, saat ini mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Jimly Asshiddiqie, sedang mengusulkan pengukuhan Soekarno sebagai Pahlawan Nasional.
"Pada 11-12 Juli 2012 nanti, kami akan bertemu dan memfasilitasi Prof Jimly serta dosen hukum tata negara di Surabaya," ujar Soekarwo.
Gelar Pahlawan Nasional secara tidak langsung baru diterima Soekarno pada 2009. Artinya, 64 tahun setelah Indonesia merdeka, yakni saat Undang-Undang (UU) 20/2009 tentang Gelar, tanda jasa dan tanda kehormatan disahkan.
"Dalam UU 20/2009, secara otomatis harusnya Bung Karno Pahlawan Nasional. Intinya kami dukung proses pengukuhan pemberian gelar itu. Tentu ada standar ilmu pengetahuan yang disusun kalangan akademisi," tandasnya.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal (Sekjen) PP PA GMNI, Achmad Basarah mengatakan, melalui peringatann bulan Bung Karno 2012, PP PA GMNI mendesak pemerintah untuk menetapkan Soekarno sebagai Pahlawan Nasional. Selain itu, pemerintah juga perlu menetapkan 1 Juni 1945 sebagai Hari Lahirnya Pancasila.
"Hal itu kami anggap penting agar bangsa ini tidak terus menerus berada dalam kesesatan sejarah yang berkepanjangan sebagai akibat situasi pergolakan politik pada tahun 1965," kata Basarah.
Menurut Anggota Komisi III DPR tersebut, meskipun Tap MPR No I/MPR/2003 tentang Peninjauan cachet hukum seluruh Tap MPRS 1960-TAP MPR 2002 telah dinyatakan bahwa Tap MPRS 33/MPRS/1967 tidak berlaku lagi, tetapi secara substantif Tap itu tidak menghapuskan tuduhan terhadap Soekarno yang dianggap telah melakukan pengkhianatan terhadap negara.
"Oleh karena itu, memnjadi drive strategis bagi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di akhir-akhir jabatannya nanti untuk menggoreskan tinta emas dalam sejarah Indonesia dengan meluruskan sejarah tentang Bung Karno serta Pancasila," ujar Basarah(@kevin)
Ketua Umum Pengurus Pusat Persatuan Alumni GMNI, Soekarwo mengatakan, pihaknya mendukung pemberian gelar Pahlawan Nasional untuk Soekarno. Dirinya akan memfasilitasi upaya dari kalangan akademisi terkait pemberian gelar Pahlawan Pasional kepada Soekarno.
"Kami dukung pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Bung Karno," kata Soekarwo, saat ditemui wartawan dalam diskusi yang diselenggarakan PP PA GMNI yang bertajuk "Bung Karno dalam Dimensi Sosial", di Jakarta, Sabtu malam (23/6).
Dijelaskannya, saat ini mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Jimly Asshiddiqie, sedang mengusulkan pengukuhan Soekarno sebagai Pahlawan Nasional.
"Pada 11-12 Juli 2012 nanti, kami akan bertemu dan memfasilitasi Prof Jimly serta dosen hukum tata negara di Surabaya," ujar Soekarwo.
Gelar Pahlawan Nasional secara tidak langsung baru diterima Soekarno pada 2009. Artinya, 64 tahun setelah Indonesia merdeka, yakni saat Undang-Undang (UU) 20/2009 tentang Gelar, tanda jasa dan tanda kehormatan disahkan.
"Dalam UU 20/2009, secara otomatis harusnya Bung Karno Pahlawan Nasional. Intinya kami dukung proses pengukuhan pemberian gelar itu. Tentu ada standar ilmu pengetahuan yang disusun kalangan akademisi," tandasnya.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal (Sekjen) PP PA GMNI, Achmad Basarah mengatakan, melalui peringatann bulan Bung Karno 2012, PP PA GMNI mendesak pemerintah untuk menetapkan Soekarno sebagai Pahlawan Nasional. Selain itu, pemerintah juga perlu menetapkan 1 Juni 1945 sebagai Hari Lahirnya Pancasila.
"Hal itu kami anggap penting agar bangsa ini tidak terus menerus berada dalam kesesatan sejarah yang berkepanjangan sebagai akibat situasi pergolakan politik pada tahun 1965," kata Basarah.
Menurut Anggota Komisi III DPR tersebut, meskipun Tap MPR No I/MPR/2003 tentang Peninjauan cachet hukum seluruh Tap MPRS 1960-TAP MPR 2002 telah dinyatakan bahwa Tap MPRS 33/MPRS/1967 tidak berlaku lagi, tetapi secara substantif Tap itu tidak menghapuskan tuduhan terhadap Soekarno yang dianggap telah melakukan pengkhianatan terhadap negara.
"Oleh karena itu, memnjadi drive strategis bagi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di akhir-akhir jabatannya nanti untuk menggoreskan tinta emas dalam sejarah Indonesia dengan meluruskan sejarah tentang Bung Karno serta Pancasila," ujar Basarah(@kevin)
