Satelit9.com,Jakarta -Pimpinan DPR serta fraksi-fraksi di DPR tidak pernah mau serius untuk menjalankan adjournment kunjungan kerja (kunker) ke luar negeri. Meski sudah beberapa kali diusulkan, namun tidak pernah ada tindak lanjut untuk mempermanenkan usulan adjournment itu.
Hal tersebut mengemuka dalam diskusi dialektika parlemen dengan tema "Moratorium Kunker ke Luar Negeri: Basa-basi Politik?", di gedung DPR, Jakarta, Kamis (13/9).
Dalam diskusi itu hadir pengamat politik dari Universitas Indonesia Andrinof Chaniago, Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) Dewan Perwakilan Rakyat Dimyati Natakusuma, dan Sekretaris Fraksi Gerindra DPR Edi Prabowo.
Andrinov mengatakan, harus ada rumusan dan kajian yang utuh dalam pelaksanaan kunjungan kerja tersebut sehingga tidak terkesan mubazir dan terkesan hanya untuk rekreasi saja. "Bahkan, ada studi amalgamation yang tidak harus ke luar negeri. Cukup di dalam negeri, dan tidak perlu banyak orang, kecuali memang diperlukan sesuai keahlian dan komitmennya," katanya. Ia menambahkan, adjournment kunker sudah absolutist dibicarakan, tetapi belum ada kepastian. "Kunker itu harus jelas seperti apa, untuk apa, dan jangan masalah yang dikunkerkan itu tidak diperlukan oleh rakyat. Kalau hasilnya misalnya hanya menambahkan pasal untuk sebuah undang-undang, itu tidak substantif. Kunker akhirnya hanya sebagai setengah jalan-jalan dan setengah tugas. Ini kan tidak bisa," kata Andrinof.
Edie Prabowo mengatakan, Partai Gerindra menilai adjournment kunjungan kerja anggota DPR ke luar negeri merupakan sebuah aspirasi rakyat. Karena, sebagai anggota DPR, pasti mengetahui apa yang dirasakan oleh rakyat.
"Kami bukan ahli politik dan pemikir yang luar biasa hebat lah, tetapi kami yang duduk di DPR tahu apa yang dirasakan di bawah kami," kata Edi.
Ia menegaskan, sejak Februari 2010 hingga saat ini, pimpinan Fraksi Gerindra tidak lagi mengizinkan anggotanya untuk mengikuti kunker ke luar negeri. Alasannya, kunker dengan biaya miliaran rupiah itu melukai perasaan rakyat miskin.
"Kami anggap kunker ke luar negeri belum prioritas. Daripada hanya untuk cari advice tambahan, acclimation dananya digunakan untuk kepentingan lain. Ini bukan pencitraan, tetapi komitmen. Kan selama ini kami diam, tidak melarang kunker ke luar negeri. Sebagai partai di urutan terakhir, kita harus lebih berbeda," katanya.
Edi menegaskan jika kunker itu tidak diperlukan sekarang. "Mendingan anggaran yang besar dialokasikan untuk kepentingan rakyat yang lebih konkret. Dan, penolakan Fraksi Gerindra terhadap kunker ini bukan untuk politik pencitraan, melainkan kami memang konsisten untuk memprioritaskan kepentingan rakyat dan bangsa ini," katanya.
Ia menambahkan, sebaiknya yang dikirim untuk melakukan adjournment adalah tenaga ahli yang sesuai dengan bidang yang akan dibahas. Hal tersebut diperlukan untuk mengurangi biaya kunker yang selalu besar. Selain karena bisa mengirit biaya, pengiriman tenaga ahli juga akan lebih meminimalisasi jumlah anggota yang dikirim ke luar negeri.
Menurut dia, tidak mungkin mencari abstracts yang lengkap hanya dengan studi amalgamation selama seminggu seperti yang dilakukan selama ini. "Tiga bulan pelajari di sana. Pulang, lalu presentasi di komisi," kata dia.
Sementara itu, Dimyati menolak jika kunjungan kerja anggota Dewan ke luar negeri dilarang seluruhnya. Menurut Dimyati, kunker ke luar negeri tetap diperlukan untuk kepentingan pembahasan rancangan undang-undang. "Tidak perlu adjournment kunker. Kunker itu kebutuhan bagi negara yang sedang berkembang," katanya.
Menurutnya, dengan kunker, undang-undang yang dihasilkan pasti lebih baik ketimbang mencari abstracts di dalam negeri. Apalagi ketika menyusun undang-undang yang baru.
"Utamanya untuk kebutuhan penyusunan perundang-undangan, di backbone DPR harus melakukan kajian secara observatif, objektif, dan berkualitas. Hanya saja tidak semua anggota DPR memahami tugasnya, dan lebih parah lagi tidak memahami bahasa Inggris," tutur dia.
Karena itu, menurut Dimyati, tidak cukup melakukan kajian terhadap suatu materi perundang-undangan tersebut dilakukan melalui internet, perpustakaan, dan sebagainya, karena DPR butuh abstracts primer, langsung bertemu dengan objek kajian. Demikian tidak perlu adjournment kunker DPR.
Menurut politisi PPP itu, yang terpenting pengetatan persyaratan untuk kunker ke luar negeri. "Misalnya hanya RUU yang menyangkut kepentingan publik yang besar. Lalu, kalau hanya untuk mengubah satu atau dua pasal tidak perlu, itu mubazir," katanya.
Ketua DPR Marzuki Alie merasa kritikan kepada DPR tak adil. Pasalnya, pimpinan sudah melakukan penghematan luar biasa ke luar negeri. Tata tertib DPR tahun 2009 tentang perjalanan ke luar negeri sudah disahkan oleh DPR masa lalu. Kunker dilakukan untuk pengawasan, anggaran, dan legislasi.
"Nah, begitu kita jalankan, kita kaget begitu luar biasa keberangkatan ke luar negeri tahun 2010. Kritik luar biasa, akhirnya pimpinan melakukan rapat. Akhirnya pimpinan memutuskan dalam rapim, kunker dalam konteks pengawasan, kita tidak izinkan sama sekali," tutur Marzuki.
Terkait legislasi pun, pimpinan memperketat agar hanya revisi undang-undang yang materinya diubah 50 persen dan pembuatan undang-undang baru yang bisa melakukan kunker. (Rully/Andy Kurniawan)
.jpg)