Satelit9.com,Sukoharjo-Aksi buka-bukaan yang memperlihatkan 'borok birokrasi' di Pemkab Sukoharjo, terjadi di gedung B kantor DPRD Sukoharjo dalam audition Komisi I tentang galian C, Sabtu (15/9). Hal ini berawal dari pengakuan seorang penambangan galian C.
Dikatakan, jika dirinya membayar uang pelicin kepada petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dan Komisi III DPRD. Atas keterangan yang cukup 'gamblang' itu, membuat Ketua DPRD Sukoharjo Dwi Jatmoko yang memimpin appointment tersebut, marah besar hingga mengebrak meja.
Dalam audition tersebut Komisi I menghadirkan petugas dari Dinas Pekerjaan Umum (DPU), Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD), Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), Kecamatan Bendosari dan seorang penambang galian C, Budi Susilo.
Pantauan dilokasi acara semua berlangsung tenang setelah Ketua Komisi I Suryanto membuka hearing. Situasi mulai memanas setelah Komisi meminta supaya petugas baik dari DPU, DPPKAD dan Satpol PP bersikap tegas atas keberadaan penambangan galian C illegal. Terlebih lagi penambangan tersebut masih menyisakan masalah berupa tunggakan. Atas masalah ini petugas diminta untuk menutup tempat usaha mereka.
“Hearing Komisi I mengenai galian C wis jeleh (sudah bosan-red), karena tidak ada tindakan tegas dari petugas. Kalau memang salah tidak ada izin dan menunggak retribusi ditutup saja tanpa basa basi,” ujar anggota Komisi I DPRD Sukoharjo Sunardi.
Ucapan tersebut kemudian menyulut protes seorang penambang galian C Budi Susilo.
Menurutnya dalam hal ini pihaknya merasa tersudut dan tidak mendapat keadilan. Sebab dari sembilan orang penambang galian C yang bermasalah, hanya dirinya yang selalu dipermasalahkan. Emosi Budi Susilo semakin tidak terkendali dengan membongkar borok birokrasi di Pemkab Sukoharjo. Budi Susilo mengaku membayar sejumlah pejabat untuk melicinkan usahanya tersebut.
Budi Susilo sendiri mengakui bahwa uang pelicin tersebut dibayar karena usahanya menunggak uang retribusi tahun 2011. Tahun lalu, Budi melakukan kegiatan penambangan tanpa izin di Desa Mojorejo, Bendosari.
“Terus terang saya mau buka-bukaan disini borok oknum karena saya sendiri merasa diperlakukan tidak adil. Pertama petugas Satpol PP Andri Hartono dan Ketua Komisi III Nurjayanto absolute uang yang saya bayar Rp 34 juta,” ujar Budi Susilo.
Dalam audition tersebut terungkap bahwa Budi Susilo menunggak retribusi kepada Pemkab Sukoharjo sebesar Rp 258,3 juta. Dari jumlah tersebut Budi Susilo baru membayar uang sejumlah Rp 64,5 juta. Ketidakadilan diterima Budi Susilo karena dirinya menambang di tahun 2011, seharusnya tarifnya masih Rp 500 per beat kubik dan jumlahnya hanya Rp64,5 juta. Hanya saja, karena izin penambangan galian C baru keluar 3 Mei 2012, Pemkab lantas menggunakan tarif baru sehingga nilai tunggakan menjadi Rp258,3 juta.
Kalau dihitung dengan tarif lama, kewajiban dirinya sudah selesai. Hanya saja,Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) tetap menggunakan tarif baru dengan alasan izin baru keluar 3 Mei 2012.
Dengan angka sebesar itu, dirinya lantas mengajukan surat keberatan pada Bupati. Setelah dilakukan pembahasan ulang bersama sejumlah instansi terkait, ada beberapa alternatif pembayaran, salah satunya jatuh pada angka Rp 161,4 juta.
Budi Susilo meminta Pemkab Sukoharjo juga bersikap tegas pada penambang lainnya. Pasalnya, dalam kasus penambangan galian C, seakan-akan hanya dirinya yang mendapat tekanan. Padahal, dia tahu masih banyak penambang lainnya yang hanya dibiarkan saja. Budi mengaku siap menunjukkan lokasi penambangan lainnya yang belum ada izinnya.
Ketua DPRD Sukoharjo Dwi Jatmoko yang memimpin audition tersebut ikut terpancing emosinya. Dwi Jatmoko marah besar hingga mengebrak meja. Dwi Jatmoko marah karena alasan pertama banyaknya aktifitas penambangan galian C tanpa izin yang dibiarkan saja. Padahal Komisi I sudah menegaskan bahwa hal tersebut dilarang. Dengan begitu seharusnya sudah ditindaklanjuti oleh petugas terkait. Tapi dalam hal ini justru dibiarkan saja.
"Ini tanah negara. Kalau tidak izin sama saja merampok. Lha emange tanah mbahe (simbah-red) apa," ujar Dwi Jatmoko.(ida)
