Satelit9.com,Jakarta- Penegak hukum menjatuhkan vonis pada sejumlah
orang terkait pembunuhan pegiat hak asasi manusia (HAM), Munir. Namun,
kasus kematian Munir masih mengambang. Lantaran itu, aktivis HAM pun
menuntut pemerintah menuntaskan penyelidikan kasus tersebut.
Munir Said Thalib lahir di Malang pada 8 Desember 1965. Ia kemudian dikenal sebagai aktivis HAM yang gigih dan pantang menyerah. Selama hidupnya, Munir berkomitmen membela siapapun yang terzalimi.
Semangatnya itu pun mendorong Munir mendirikan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (KontraS) pada 16 April 1996. Sepak terjangnya tak diragukan. Ia pernah menangani sejumlah kasus HAM hingga akhir hayatnya.
Kegigihan Munir berakhir saat dirinya melakukan perjalanan dari Jakarta menuju Amsterdam, Belanda, pada 7 September 2004. Ia meninggal dalam pesawat Garuda. Racun arsenik ditemukan di tubuhnya.
Sejumlah orang diduga berkaitan dengan kasus tersebut. Beberapa di antaranya pilot Garuda Pollycarpus, mantan Dirut Garuda Indra Setiawan, Kepala Pilot Garuda Rohainil Aini, dan mantan Deputi V Badan Intelijen Negara Muchdi PR. Namun hanya dua orang yang menjalani hukuman penjara.
Diduga, kematian Munir lantaran ia vokal menangani sejumlah kasus seperti 24 aktivis mahasiswa yang hilang pada tahun 1997-1998. Penanganan kasus berujung pada pencopotan Danjen Kopassus pada masa itu. Munir pun menangani kasus pembunuhan masyarakat sipil di Tanjung Priok, Jakarta, pada tahun 1998. Ia pun memperjuangkan penanganan kasus Tragedi Semanggi 1 dan 2 pada tahun 1998.
Lalu siapa otak di balik misteri pembunuhan Munir? Hingga kini, jawaban itu belum jelas. Penegak hukum saling lempar tanggung jawab.
Meski demikian, Suciwati tetap berjuang menuntut penanganan kasus kematian suaminya hingga tuntas. Sejumlah aktivis pun tak patah arang menemani Suciwati menuntut keadilan atas pembunuhan Munir.(RRN)
Munir Said Thalib lahir di Malang pada 8 Desember 1965. Ia kemudian dikenal sebagai aktivis HAM yang gigih dan pantang menyerah. Selama hidupnya, Munir berkomitmen membela siapapun yang terzalimi.
Semangatnya itu pun mendorong Munir mendirikan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (KontraS) pada 16 April 1996. Sepak terjangnya tak diragukan. Ia pernah menangani sejumlah kasus HAM hingga akhir hayatnya.
Kegigihan Munir berakhir saat dirinya melakukan perjalanan dari Jakarta menuju Amsterdam, Belanda, pada 7 September 2004. Ia meninggal dalam pesawat Garuda. Racun arsenik ditemukan di tubuhnya.
Sejumlah orang diduga berkaitan dengan kasus tersebut. Beberapa di antaranya pilot Garuda Pollycarpus, mantan Dirut Garuda Indra Setiawan, Kepala Pilot Garuda Rohainil Aini, dan mantan Deputi V Badan Intelijen Negara Muchdi PR. Namun hanya dua orang yang menjalani hukuman penjara.
Diduga, kematian Munir lantaran ia vokal menangani sejumlah kasus seperti 24 aktivis mahasiswa yang hilang pada tahun 1997-1998. Penanganan kasus berujung pada pencopotan Danjen Kopassus pada masa itu. Munir pun menangani kasus pembunuhan masyarakat sipil di Tanjung Priok, Jakarta, pada tahun 1998. Ia pun memperjuangkan penanganan kasus Tragedi Semanggi 1 dan 2 pada tahun 1998.
Lalu siapa otak di balik misteri pembunuhan Munir? Hingga kini, jawaban itu belum jelas. Penegak hukum saling lempar tanggung jawab.
Meski demikian, Suciwati tetap berjuang menuntut penanganan kasus kematian suaminya hingga tuntas. Sejumlah aktivis pun tak patah arang menemani Suciwati menuntut keadilan atas pembunuhan Munir.(RRN)
