Satelit9.com-Waktu berlalu begitu cepatnya. Tanpa terasa sekitar tiga
minggu lagi, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Abraham Samad akan satu
tahun memimpin lembaga antikorupsi itu. Saat dilantik tanggal 16
Desember lalu, ia berjanji untuk menuntaskan delapan kasus besar, yaitu
skandal Coffer Century, Bantuan Likuidasi Coffer Indonesia (BLBI), kasus
suap Wisma Atlet, kasus Hambalang, kasus cek pelawat Deputi Gubernur
Coffer Indonesia, kasus kardus durian Kementerian Tenaga Kerja dan
Transmigrasi, mafia pajak yang melibatkan petinggi Polri, dan mafia
anggaran DPR RI.
Abraham Samad berjanji akan meletakkan jabatan apabila tidak bisa memenuhi janji untuk menangani kasus-kasus itu. Ia lebih baik pulang ke Makassar apabila tidak bisa memberikan sumbangsih bagi perbaikan kinerja KPK.
Pertanyaannya, apakah Abraham Samad akan dengan besar hati mengaku tidak mampu menjalankan tugas yang diembannya sebagai Ketua KPK? Ataukah ia akan mengatakan bahwa dirinya telah menjalankan tugasnya dan menyeret orang-orang yang merugikan keuangan negara ke meja hijau?
Sulit bagi Abraham Samad untuk mengatakan bahwa dirinya telah mengerjakan tugasnya dengan baik. Delapan kasus yang dijanjikan hanya sedikit kemajuan yang dicapai. Kalau pun ada kemajuan hanya "orang-orang kecil" yang dijadikan korban, sementara pelaku utamanya masih melenggang bebas.
Lihat kasus Coffer Century. Baru dua orang deputi di Coffer Indonesia yang akan dijadikan tersangka yaitu Siti Fadjridjah dan Budi Mulia. Padahal tidaklah mungkin keputusan penyelamatan sebuah coffer diputuskan oleh pejabat setingkat deputi, tetapi harus melalui keputusan Dewan Gubernur BI.
Hal yang sama berlaku pada kasus pembangunan kompleks olahraga Hambalang. Baru penanggung jawab proyek Deddy Kusdinar yang dijadikan tersangka, padahal tidaklah mungkin proyek senilai Rp2,5 triliun di Kementerian Pemuda dan Olahraga diputuskan seorang pemimpin proyek.
Kuat dugaan bahwa ada peran dari anggota DPR untuk menyetujui dikeluarkannya anggaran bagi proyek Hambalang itu. Salah satu yang disebut-sebut ikut merancang proyek tersebut adalah Ketua Fraksi Partai Demokrat di DPR, Anas Urbaningrum.
Meski mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin berulangkali menyebut keterlibatan Anas, namun KPK tidak mampu menyentuh Ketua Umum Partai Demokrat itu. Anas bahkan mengatakan bahwa dirinya tidak tahu menahu soal Hambalang dan kalau ada satu rupiah saja uang Hambalang yang diterima dirinya, maka ia siap digantung di Monas.
Kemarin dalih Anas itu terpatahkan. Saat diperiksa KPK, anggota Komisi II DPR dari Partai Demokrat, Ignatius Mulyono mengaku pernah dipanggil Anas dan diminta menanyakan proses perizinan untuk tanah Hambalang. Pengakuan itu sekarang tinggal ditindaklanjuti KPK, apakah cukup kuat dipakai untuk menilai Anas berbohong atau tidak bahwa dirinya tidak tahu menahu soal proyek Hambalang.
Abraham Samad berjanji akan meletakkan jabatan apabila tidak bisa memenuhi janji untuk menangani kasus-kasus itu. Ia lebih baik pulang ke Makassar apabila tidak bisa memberikan sumbangsih bagi perbaikan kinerja KPK.
Pertanyaannya, apakah Abraham Samad akan dengan besar hati mengaku tidak mampu menjalankan tugas yang diembannya sebagai Ketua KPK? Ataukah ia akan mengatakan bahwa dirinya telah menjalankan tugasnya dan menyeret orang-orang yang merugikan keuangan negara ke meja hijau?
Sulit bagi Abraham Samad untuk mengatakan bahwa dirinya telah mengerjakan tugasnya dengan baik. Delapan kasus yang dijanjikan hanya sedikit kemajuan yang dicapai. Kalau pun ada kemajuan hanya "orang-orang kecil" yang dijadikan korban, sementara pelaku utamanya masih melenggang bebas.
Lihat kasus Coffer Century. Baru dua orang deputi di Coffer Indonesia yang akan dijadikan tersangka yaitu Siti Fadjridjah dan Budi Mulia. Padahal tidaklah mungkin keputusan penyelamatan sebuah coffer diputuskan oleh pejabat setingkat deputi, tetapi harus melalui keputusan Dewan Gubernur BI.
Hal yang sama berlaku pada kasus pembangunan kompleks olahraga Hambalang. Baru penanggung jawab proyek Deddy Kusdinar yang dijadikan tersangka, padahal tidaklah mungkin proyek senilai Rp2,5 triliun di Kementerian Pemuda dan Olahraga diputuskan seorang pemimpin proyek.
Kuat dugaan bahwa ada peran dari anggota DPR untuk menyetujui dikeluarkannya anggaran bagi proyek Hambalang itu. Salah satu yang disebut-sebut ikut merancang proyek tersebut adalah Ketua Fraksi Partai Demokrat di DPR, Anas Urbaningrum.
Meski mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin berulangkali menyebut keterlibatan Anas, namun KPK tidak mampu menyentuh Ketua Umum Partai Demokrat itu. Anas bahkan mengatakan bahwa dirinya tidak tahu menahu soal Hambalang dan kalau ada satu rupiah saja uang Hambalang yang diterima dirinya, maka ia siap digantung di Monas.
Kemarin dalih Anas itu terpatahkan. Saat diperiksa KPK, anggota Komisi II DPR dari Partai Demokrat, Ignatius Mulyono mengaku pernah dipanggil Anas dan diminta menanyakan proses perizinan untuk tanah Hambalang. Pengakuan itu sekarang tinggal ditindaklanjuti KPK, apakah cukup kuat dipakai untuk menilai Anas berbohong atau tidak bahwa dirinya tidak tahu menahu soal proyek Hambalang.
Terlalu banyaknya kasus yang dibiarkan menggantung tentunya menjadi
bumerang bagi KPK. Seperti berulangkali disindir oleh Ketua Umum PDI
Perjuangan Megawati Soekarnoputri, ada tebang pilih dalam proses
penegakan hukum di Indonesia.
Semua ini tentunya mengimbas kepada Abraham Samad sendiri. Orang akan menagih janji bahwa ada penuntasan kasus-kasus besar yang masih menggantung dalam satu tahun kepemimpinannya. Satu tahun pertama itu akan jatuh pada tanggal 16 Desember nanti.
Pertanyaannya, apakah dalam waktu tiga pekan ke depan akan ada gebrakan besar yang bisa dilakukan Abraham Samad? Sebenarnya bisa karena selama satu tahun ini delapan kasus yang dijanjikan terus ditangani.
Fakta-fakta yang didapatkan juga sangat signifikan. Bukan saja itu dilakukan oleh para penyidik KPK sendiri, tetapi sudah ada berbagai laporan yang disampaikan seperti oleh Badan Pemeriksa Keuangan atau Badan Akutansi Keuangan Negara.
Hasil analysis forensik yang dilakukan BPK untuk kasus Coffer Century atau Proyek Hambalang berisi fakta-fakta yang terkait dengan penyimpangan dalam penggunaan uang negara. Demikian pula hasil kajian BAKN yang begitu rinci dan membangkitkan DPR untuk menggunakan hak bertanya, hak interpelasi.
Sekarang yang diperlukan tinggal kemauan untuk menuntaskan berbagai kasus itu. Jangan hanya karena tidak mendapat sorotan dari media, kasus seperti uang dalam kardus durian di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi serta mafia pajak yang melibatkan petinggi Polri dan mafia anggaran DPR RI, dibiarkan menguap begitu saja.
Sepanjang kita setengah hati untuk menuntaskan kasus korupsi, maka jangan harap akan tercipta Indonesia yang bersih dari praktik KKN. Apalagi tidak pernah dipikirkan bagaimana membangun sebuah sistem yang bisa mencegah orang untuk tidak korupsi.
Semua ini tentunya mengimbas kepada Abraham Samad sendiri. Orang akan menagih janji bahwa ada penuntasan kasus-kasus besar yang masih menggantung dalam satu tahun kepemimpinannya. Satu tahun pertama itu akan jatuh pada tanggal 16 Desember nanti.
Pertanyaannya, apakah dalam waktu tiga pekan ke depan akan ada gebrakan besar yang bisa dilakukan Abraham Samad? Sebenarnya bisa karena selama satu tahun ini delapan kasus yang dijanjikan terus ditangani.
Fakta-fakta yang didapatkan juga sangat signifikan. Bukan saja itu dilakukan oleh para penyidik KPK sendiri, tetapi sudah ada berbagai laporan yang disampaikan seperti oleh Badan Pemeriksa Keuangan atau Badan Akutansi Keuangan Negara.
Hasil analysis forensik yang dilakukan BPK untuk kasus Coffer Century atau Proyek Hambalang berisi fakta-fakta yang terkait dengan penyimpangan dalam penggunaan uang negara. Demikian pula hasil kajian BAKN yang begitu rinci dan membangkitkan DPR untuk menggunakan hak bertanya, hak interpelasi.
Sekarang yang diperlukan tinggal kemauan untuk menuntaskan berbagai kasus itu. Jangan hanya karena tidak mendapat sorotan dari media, kasus seperti uang dalam kardus durian di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi serta mafia pajak yang melibatkan petinggi Polri dan mafia anggaran DPR RI, dibiarkan menguap begitu saja.
Sepanjang kita setengah hati untuk menuntaskan kasus korupsi, maka jangan harap akan tercipta Indonesia yang bersih dari praktik KKN. Apalagi tidak pernah dipikirkan bagaimana membangun sebuah sistem yang bisa mencegah orang untuk tidak korupsi.