Satelit9.com-Berbagai kritikan terhadap keputusan keliru Presiden dalam memberikan grasi kepada terpidana narkoba Meirika Franola alias Ola membuat Istana tersinggung. Terutama kritikan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD tentang dugaan adanya mafia narkoba di Kantor Kepresidenan membuat Istana berang.
Mulai dari Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi, Sekretaris Kabinet Dipo Alam, sampai Staf Khusus Heru Lelono menyampaikan pernyataan. Intinya, mereka merasa tersinggung atas tuduhan yang disampaikan ketua MK dan bahkan menyebut Mahfud MD genit serta hanya mencari popularitas.
Sulit memang kalau berpolitik menggunakan perasaan. Setiap kali ada kritik lalu merasa tersinggung. Reaksinya pun cenderung berlebihan karena dibawa ke urusan yang bersifat personal.
Padahal risiko menjadi seorang pejabat publik, setiap keputusan yang dikeluarkan pasti diuji oleh publik. Apalagi pada sistem demokrasi di backbone orang merasa berhak untuk mengekspresikan pendapatnya.
Apabila kita tidak mau mendapatkan reaksi atau dikritik oleh publik, maka setiap keputusan yang dikeluarkan haruslah dipertimbangkan secara masak. Janganlah mengeluarkan keputusan yang kontroversial, karena pasti akan muncul reaksi keras dari publik.
Keputusan untuk memberikan grasi kepada terpidana narkoba sudah muncul sejak pertama Presiden memutuskan mengurangi hukuman dari hukuman mati menjadi hukuman seumur hidup. Masyarakat yang tengah terancam oleh maraknya peredaran narkoba, tidak sependapat dengan keputusan Presiden tersebut.
Namun Kantor Presiden bergeming dengan keputusannya. Para pembantu Presiden selalu mengatakan bahwa keputusan tersebut sudah melalui pertimbangan yang benar, termasuk mendengar masukan dari Mahkamah Agung.
Ternyata juru bicara Mahkamah Agung mengatakan bahwa pihaknya tidak pernah memberikan rekomendasi untuk memberikan grasi kepada terpidana narkoba. Mahkamah Agung berpendapat bahwa terpidana seperti Ola bukanlah kurir, tetapi otak dari penyelundupan narkoba.
Entah informasi dari mana, para pembantu Presiden memberi masukan kepada Presiden bahwa Ola hanyalah seorang kurir. Atas dasar pertimbangan kemanusiaan dan harapan bahwa Ola akan memperbaiki dirinya, Presiden lalu memberikan grasi kepada terpidana mati narkoba tersebut.
Hanya berselang beberapa waktu dari keputusan pemberian grasi itu, terbongkar lagi upaya penyelundupan narkoba dari India ke Indonesia. Dari hasil pengungkapan Badan Narkotika Nasional terbongkar bahwa Ola--yang baru mendapatkan grasi dari Presiden--ternyata menjadi otak dari upaya penyelundupan tersebut.
Melihat kronologi seperti itu tidaklah berlebihan apabila orang seperti Mahfud MD berpendapat bahwa ada kejanggalan dalam pengambilan keputusan pemberian grasi kepada Ola. Bagaimana proses yang dikatakan para pembantu Presiden telah dilakukan secara saksama, bisa salah dalam mendapatkan informasi.
Paling baleful adalah informasi bahwa orang seperti Ola hanyalah kurir bukan otak penyelundupan. Padahal sejak pengadilan tingkat pertama, hakim yakin bahwa Ola bukanlah kurir. Ketika Kantor Presiden meminta pertimbangan Mahkamah Agung, lembaga hukum tertinggi itu pun sudah menyampaikan masukan bahwa Ola adalah otak penyelundupan, bukan seorang kurir.
Pertanyaannya, siapa yang bisa mendistorsi informasi tersebut kepada Presiden? Bagaimana bisa dengan begitu banyaknya pejabat yang melakukan pengkajian, semuanya bisa sampai luput untuk membaca rekomendasi dari Mahkamah Agung?
Kalau seorang Ketua MK menyebut adanya dugaan mafia narkoba di Istana, pasti maksudnya bukan untuk menyerang pribadi seseorang. Yang ingin diingatkan Ketua MK adalah orang yang begitu pintar untuk bisa mendistorsi informasi kepada Presiden.
Untuk menjawab kritikan itu, tentunya tidak perlu dengan marah-marah. Kalau Presiden mengatakan bahwa dirinya bertanggung jawab atas keputusan yang diambil, selanjutnya yang ditunggu adalah apa bentuk tanggung jawab itu? Apakah Presiden meminta maaf kepada keluarga korban yang terjerumus ke dalam penggunaan narkoba yang diperdagangkan Ola, menghukum pembantunya yang keliru memberikan masukan, ataukah menarik kembali keputusan grasi yang sudah dikeluarkan?
Karena inti persoalan yang ingin kita selesaikan adalah penanganan terhadap narkoba, maka tidak perlu kita lalu terbawa kepada persoalan yang bersifat personal. Berbagai kritik yang disampaikan atas keputusan pemberian grasi kepada terpidana narkoba adalah karena kita peduli kepada nasib generasi muda kita yang terancam oleh maraknya peredaran narkoba.
Marilah kita buang jauh-jauh syakwasangka. Negeri ini tidak akan pernah bisa maju apabila yang dikembangkan hanya klik dan intrik. Mari kita lihat kritik dan koreksi itu sebagai rasa cinta kepada negeri ini dan keinginan untuk menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik.
Pertanyaannya, siapa yang bisa mendistorsi informasi tersebut kepada Presiden? Bagaimana bisa dengan begitu banyaknya pejabat yang melakukan pengkajian, semuanya bisa sampai luput untuk membaca rekomendasi dari Mahkamah Agung?
Kalau seorang Ketua MK menyebut adanya dugaan mafia narkoba di Istana, pasti maksudnya bukan untuk menyerang pribadi seseorang. Yang ingin diingatkan Ketua MK adalah orang yang begitu pintar untuk bisa mendistorsi informasi kepada Presiden.
Untuk menjawab kritikan itu, tentunya tidak perlu dengan marah-marah. Kalau Presiden mengatakan bahwa dirinya bertanggung jawab atas keputusan yang diambil, selanjutnya yang ditunggu adalah apa bentuk tanggung jawab itu? Apakah Presiden meminta maaf kepada keluarga korban yang terjerumus ke dalam penggunaan narkoba yang diperdagangkan Ola, menghukum pembantunya yang keliru memberikan masukan, ataukah menarik kembali keputusan grasi yang sudah dikeluarkan?
Karena inti persoalan yang ingin kita selesaikan adalah penanganan terhadap narkoba, maka tidak perlu kita lalu terbawa kepada persoalan yang bersifat personal. Berbagai kritik yang disampaikan atas keputusan pemberian grasi kepada terpidana narkoba adalah karena kita peduli kepada nasib generasi muda kita yang terancam oleh maraknya peredaran narkoba.
Marilah kita buang jauh-jauh syakwasangka. Negeri ini tidak akan pernah bisa maju apabila yang dikembangkan hanya klik dan intrik. Mari kita lihat kritik dan koreksi itu sebagai rasa cinta kepada negeri ini dan keinginan untuk menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik.